TEKS CURSOR

flamingteks

Logo Design by FlamingText.com
Logo Design by FlamingText.com

Sunday 20 August 2017

nasionalisme



images.jpg
  1. Pengertian
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris “nation”) dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.
Nasionalisme (dalam arti negatif) adalah suatu sikap yang keterlaluan, sempit, dan sombong. Apa yang menguntungkan bangsa sendiri begitu saja dianggap benar, sampai kepentingan dan hak bangsa lain diabaikan.
Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa “kebenaran politik” (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu “identitas budaya”, debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.
Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasanya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini. Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialisme, pengasingan dan sebagainya.
Negara nasional hanya mungkin dibentuk dan berfungsi dengan baik berdasar faham nasionalisme. Faham nasionalisme mengajarakna bahwa suatu bangsa bernegara dapat dibangun dari masyarakat yang majemuk, jika warga masyarakat itu benar – benar bertekad kuat untuk membangun masa depan bersama, terlepas dari perbedaan agama, ras, etnik. Nasionalisme adalah suatu visi, suatu persepsi, dan bangsa yang dibangun berdasar visi ini adalah suatu “ imagined community “ sebuah komunitas yang dibayangkan.
2. Berbagai bentuk dari nasionalisme
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen tersebut.
Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, “kehendak rakyat”; “perwakilan politik”. Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudulk Du Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia “Mengenai Kontrak Sosial”).
Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk “rakyat”).
Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi (“organik”) hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya “Grimm Bersaudara” yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman.
Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya “sifat keturunan” seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRC karena pemerintahan RRT berpaham komunisme.
Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah ‘national state’ adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta sikap ‘Jacobin‘ terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara sistematis, bila mana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di Spanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica.
Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu. Namun demikian, bagi kebanyakan kelompok nasionalis agama hanya merupakan simbol dan bukannya motivasi utama kelompok tersebut. Misalnya pada abad ke-18, nasionalisme Irlandia dipimpin oleh mereka yang menganut agama Protestan. Gerakan nasionalis di Irlandia bukannya berjuang untuk memartabatkan teologi semata-mata. Mereka berjuang untuk menegakkan paham yang bersangkut paut dengan Irlandia sebagai sebuah negara merdeka terutamanya budaya Irlandia. Justru itu, nasionalisme kerap dikaitkan dengan kebebasan.
3. Sejarah nasionalisme
Nasionalisme muncul pada akhir abad 18 dalam suasana liberalisme antara bangsa – bangsa eropa yang merasa perlu menekankan identitas dan kesamaan derajatnya dengan inggris dan perancis yang pada waktu itu paling maju. Nasionalisme berkobar dan sengaja dikobarkan pada abad 19. Bangsa eropa timur, Asia, Afrika pada abad 20 dengan gigih berjuang untuk membangun identitas nasional sebagai hal yang baru.
Dalam kenyataannya nasionalisme telah berkembang cepat ke seluruh Eropa sepanjang abad 19, dan abad 20 menjadi suatu gerakan dunia yang bersifat universal. Kata Nasionalisme memiliki arti positif hanya di Negara Amerika latin, Afrika, Timur tengah, dan Asia. Sedangkan di Negara barat lebih cocok dengan kata patriotisme., karena nasionalisme secara umum dibayangkan sebagai sesuatu yang jelek. Hal ini dapat dipahami karena bagi negara – Negara penjajah rasanya nasionalisme dianggap gangguan.
4. Nasionalisme di Indonesia
Semangat nasionalisme bangsa kita kembali diperlihatkan masyarakat bangsa ini dalam kasus ketegangan antara Indonesia dengan Malaysia beberapa tahun lalu, yaitu perihal pulau Ambalat di laut Sulawesi, Wilayah Kalimantan Timur. Sebuah pulau yang berada dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia (NKRI) tetapi masih diklaim Malaysia sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya. Lahirnya posko atau front perlawanan terhadap Malaysia di Sulawesi selatan yang disebut Front Ganyang Malaysia (FGM) dan Gerakan Anti Arogansi Solo (Gemars) dan berbagai wacana public di media massa dan forum-forum lainnya jelas memperlihatkan semangat nasionalisme. Ekspresi semangat nasionalisme tersebut memang sangat baik sebagai perwujudan sebuah bangsa yang sangat menjunjung tinggi harga dirinya. Dan ini juga yang menjadi pelatuk yang sangat baik dimana kasus ambalat telah membangkitkan kembali semangat nasionalisme anak-anak bangsa yang sekian lama agak memudar rasa kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Dan memudarnya rasa kebangsaan bagi bangsa Indonesia inilah yang sesungguhnya menjadi problema nasionalisme itu sendiri.
Memudarnya rasa kebanggaan bagi bangsa selama beberapa tahun belakangan ini sesungguhnya disulut oleh menguatnya sentiment kedaerahan dan semangat primodialisme pasca krisis.
Suatu sikap yang sedikit banyak disebabkan oleh kekecewaan sebagian besar anggota dan kelompok masyarakat bahwa kesepakatan bersama (contract social) yang mengandung nilai-nilai seperti keadilan dan perikemanusiaan dan musyawarah kerap hanya menjadi retorika kosong. Pemberantasan korupsi terhadap para koruptor kelas kakap dan penegak hukum dan keadilan yang sebenarnya sebagai sarana strategis untuk membangkitkan semangat cinta tanah air dalam diri anak-anak bangsa, tetapi semuanya tampak bohong belaka. Ini membuat generasi sekarang menjadi gamang terhadap bangsa dan negaranya sendiri. Tidak mengherankan semangat solidaritas dan kebersamaan pun terasa semakin hilang sejak beberapa dekade terakhir. Boleh jadi, penyebab dari memudarnya rasa nasionalisme ini juga disebabkan oleh paradigma tentang bangsa dan nasionalisme yang kita anut berjalan ditempat. Padahal, perkembangan nasional dan global menurut paradigma yang disuaikan dari waktu ke waktu sesuai dengan keadaan bangsa dan negara yang berdaulat. Dari dalam itulah lahir kesadaran berbangsa dan bernegara yang pada hakikatnya merupakan kesadaran politik yang normatif. Dari sini pula kesadaran yang merupakan janin suatu ideologi yang disebut nasionalisme. Dalam arti nasionalisme sebagai suatu paham yang mengakui kebenaran pikiran bahwa setiap bangsa demi kejayaannya seharusnya bersatu bulat dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara. Dari nasionalisme ini lahirlah ide dan usaha perjuangan untuk merealisasi Negara bangsa. Di Indonesia, ide dan usaha seperti ini berkembang kuat pada tahun 1930-an dan memuncak pada tahun 1940-an. Yang kemudian menjadi problem dasar disini adalah apakah tegaknya suatu bangsa yang pada hakikatnya merupakan suatu produk kesadaran politik bernegara itu dapat dilakukan tanpa landasan kultur dalam kehidupan berbangsa dan bernegara? Pertanyaan ini penting untuk dijawab, sebab tantangan yang paling berat bagi sebuah Negara yang berdaulat sesungguhnya adalah bukan terutama pada sikap ekspansif dari negara tetangga seperti Malaysia dalam kasus pulau Ambalat ini, tetapi lebih pada faktor kultur atau pemeliharaan budaya, sikap hidup atau perilaku hidup sehari-hari seperti bagaimana kita menciptakan keadilan, perikemanusiaan dan lain-lain dalam bangsa dan Negara ini. Selain itu, karena dalam era modern ini setiap bangsa semakin menghormati kedaulatan bangsa lain. Meskipun dalam beberapa kasus di dunia ada Negara yang masih kurang menghormati kedaulatan Negara lain.
Dengan memudarnya nasinalisme, yang terutama disebabkan oleh begitu tingginya ketidak-adilan; korupsi yang merajalela dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang tidak diselesaikan secara tuntas lewat jalur hukum dan lain-lain maka musuh bangsa yang paling utama sekarang adalah bukan penjajah, bukan sikap ekspansif atau sikap agresor Negara tetangga, melainkan birokrasi yang korup, ketidak-adilan dan/atau ketidakmerataan ekonomi dan politik, kemiskinan, kekuasaan yang sewenang-wenang dan sebagainya. Pemberantasan korupsi yang hanya retorika belaka, pelanggran HAM yang tidak diselesaikan lewat jalur hukum hingga tuntas, ketidak-adilan antara pusat dan daerah dan sebagainya harus segera diperhatikan secara serius. Nasionalisme dengan munculnya gerakan perjuangan fisik melawan Malaysia misalnya, bila Malaysia nekat menggangu kedaulatan RI dengan mengambil atau merampas pulau Ambalat, merupakan sesuatu perilaku atau sikap yang sangat terpuji. Kita semua jelas sangat mendukung setiap usaha TNI dan para sukarelawan yang berusaha menjaga keutuhan kedaulatan Negara RI. Tetapi, kita tidak bisa lengah sedikitpun untuk memerangi musuh bangsa kita sendiri yang korup, menyalah-gunakan kekuasaan dan sebagainya. Karena nasionalisme kita sekarang bukan berkaitan dengan penjajah, atau terutama terhadap perilaku ekspansif atau agresor Negara tetangga, melainkan harus dikaitkan dengan keinginan untuk memerangi semua bentuk penyelewengan, ketidak-adilan, perlakuan yang melanggar HAM dan lai-lain. Artinya nasionalisme saat ini adalah usaha untuk mempertahankan eksistensi bangsa dan Negara dari kehancuran akibat korupsi dan penyalah-gunaan kekuasaan. Perilaku korup, menggelapkan uang negara, memanfaatkan segala fasilitas dalam lingkup kekuasaannya demi memperkaya diri, perilaku sewenang-wenang dalam menjalankan roda kekuasaan, tidak menghormati harkat dan martabat orang lain, gemar menerima dan menyogok uang pelicin, uang semir, uang kopi dan sebagainya adalah perilaku antinasionalisme yang harus diberantas. Dan pahlawan era sekarang bukan saja mereka yang berani menumpas agresor atau penjajah, tetapi juga mereka yang berkata tidak terhadap korupsi dan berbagai bentuk penyalah-gunaan wewenang dan/atau kekuasaan itu. Pahlawan seperti ini tidak kalah mulianya dengan pahlawan yang menang dari sebuah pertarungan fisik melawan siapapun yang mencoba menggangu kedaulatan bangsa dan negara.
5. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang harus menjadi catatan kita kedepan adalah bagaimana menumbuh semangat nasionalisme cinta tanah air dalam diri anak-anak bangsa. Adalah semangat untuk berperilaku jujur, berdisiplin, tidak korup dan berani untuk melawan segala ketidak-adilan, kesewenang-wenangan kekuasaan dan lain-lain, disamping semangat dan keterampilan fisik seperti militer untuk menghadapi setiap kekuatan yang menggangu kedaulatan Negara RI.
Sebuah kekuatan dan harga diri bangsa bukan terutama pada kekuatan angkatan bersenjata dengan seluruh persenjataan perang yang canggih, melainkan juga atau bahkan yang pertama adalah pada masyarakat bangsanya yang berkualitas dan bermartabat.

0 comments:

Post a Comment